Seperti yang telah dijelaskan di dalam tulisan sebelumnya, bahwa perayaan maulid tidak memiliki teknis atau cara tertentu. Begitu juga dalam waktu pelaksanaannya. Maulid tidak harus dilakukan pada bulan Rabi’ul Awal atau pada tanggal 12 di bulan tersebut. Kapanpun, di manapun kita bisa merayakan maulid. Anjuran untuk selalu mengingat dan mengenal Rasul sebagai salah satu perwujudan dari maulid itu sendiri sesungguhnya tidak terbatasi dengan waktu.
Tidak seperti anjuran berkurban yang hanya dibatasi pada bulan Dzulhijjah, atau tahni’ah (ucapan selamat) “minal Aidin Wal Faizin Mohon Maaf Lahir & Batin” yang hanya dapat kita temukan di bulan Syawal, al-Ihtifal bi al-Maulid jauh lebih luas dan tidak terbatas. Maulid jauh lebih mulia dan besar dari kedua hari raya umat islam tersebut. Tidak selayaknya kita beranggapan bahwa maulid adalah hari raya ketiga bagi umat islam, sebab setiap hari kita bisa menjadikan maulid sebagai hari raya kok, bahkan termasuk di hari Idul Fithri dan Idul Adlha sekalipun.
Sebenarnya kita sudah cukup malu disindir oleh Tuhan melalui firmanNya :
قُلْ بِفَضْلِ اللِه وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا
“Katakanlah, atas anugerah dan RahmatNya hendaknya mereka berbahagia”.
(QS. Yunus : 58).
Allah memerintahkan kita untuk berbahagia dengan Rahmat yang kita dapatkan. Bukankah Rasulullah SAW adalah rahmatNya yang terbesar? Bukankah Allah menyebut Rasulullah sebagai Rahmatan li al-‘Alamin ?. Lebih-lebih jika merujuk pendapat “Sang Juru Bicara al-Qur’an”, Sayyidina Ibnu Abbas RA. yang menyebutkan bahwa maksud “wabirahmatihi” pada ayat di atas adalah Rasulullah SAW.
Perintah untuk bersyukur-bahagia pada ayat tersebut sejatinya tidak dibatasi dengan waktu. Pada dasarnya kita dituntut untuk bersyukur bahagia atas setiap rahmat yang kita dapatkan. Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah adalah rahmat Allah yang sampai kapanpun dapat kita rasakan manfaatnya. Bahkan sejak sebelum penciptaan Nabi Adam sekalipun. Sebagaimana firmanNya, jika tidak ada Rasulullah, tak mungkin manusia dapat merasakan nikmatnya hidup di dunia. Bahkan neraka dan surga pun tak akan pernah tercipta tanpa Rasulullah SAW.
Mari berfikir dengan jernih. Sudah berapa lama hari-hari kita lalui tanpa menghadirkan Rasulullah dalam diri kita ? Hari-hari yang kita lalui tanpa ber maulid bahagia atas karuniaNya yang maha besar, Rasulullah SAW?. Mungkin Allah sudah marah besar atas kelalaian kita ini. Apa jadinya jika di bulan Rabi’ul Awal, bulan di mana Sang Manusia terbaik sepanjang masa dilahirkan kita tak juga mengingatnya ? Meskipun sekedar berbahagia?. Ayok. Mari kita rayakan bersama maulid Nabi ini, berbahagia sejenak memperingati jasa-jasa Rasulullah yang tak mungkin kita dapat membalasnya. Yah...Meskipun hanya setahun sekali, semoga ‘suka cita’ di bulan mulia ini dapat menjadi penebus ‘dosa’ di sepanjang tahun yang telah kita lalui tanpa mengingat Rasulullah SAW. Padahal setiap saat, Rasulullah selalu memikirkan umatnya lhoh ?...
Inspirasi Referensi :
الإعلام بفتاوي علماء الإسلام حول مولده عليه الصلاة والسلام للسيد محمد بن علوي المالكي صــــ15
الثالث أن الفرح به صلى الله عليه وسلم مطلوب بأمر القرآن من قوله تعالى قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا فالله تعالى أمرنا أن نفرح بالرحمة والنبي صلى الله عليه وسلم أعظم رحمة قال الله تعالى وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين ويؤيد هذا تفسير حبر الأمة وترجمان القرآن الإمام ابن عباس رضي الله عنهما فقد روى أبو الشيخ عن ابن عباس رضي الله عنهما في الآية قال فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم قال الله تعالى وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين.
الإعلام بفتاوي علماء الإسلام حول مولده عليه الصلاة والسلام للسيد محمد بن علوي المالكي صـــــ 8
إن يوم مولد سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم ليس بعيد ولا نعتبره عيدا لأنه أكبر من العيد وأعظم وأشرف منه. إن العيد لا يعود الا مرة واحدة في السنة وأما الاحتفال بمولده صلى الله عليه وسلم والاعتناء بذكره وسيرته فيجب أن يكون دائما لا يتقيد بزمان ولا مكان فمن أطلق عليه اسم العيد فهو جاهل.
0 Response to "MARI SEJENAK MENGINGAT JASA-JASA RASULULLAH, MESKI HANYA SETAHUN SEKALI"
Post a Comment