Politik Sang Kyai



Politik Sang Kyai
Kalau sudah masuk ranah politik, kadang-kadang untuk menyelesaikan persoalan yang ada dibutuhkan formula baru di luar sudut pandang fiqhiyyah. Problem kemasyarakatan yang begitu kompleks, apalagi dalam skala nasional tidak cukup hanya fiqh yang menjadi pembicara tunggal. Kalau dulu misalkan kita mengenal sosok KH. Abdul Wahab Hasbullah, di mana saat beliau masuk dunia pemerintahan, sering sekali beliau melontarkan “ide-ide gila” di luar mindshet fiqhiyyah yang biasa di pakai para Kyai dan santri. Nyatanya gagasan Mbah Wahab tersebut terbukti ampuh dan jitu untuk menyelesaikan keruwetan. Sepeninggal Mbah Wahab, semua orang tentu mengenal sosok KH. Abdurrahman Wahid ad-Dakhil (Gus Dur). Presiden Republik Indonesia keempat ini bahkan hampir tak tampak sebagai sosok kyai yang akrab dengan dalil dan ta’bir dari kutub mu’tabarah.

Jauh sebelum KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Gus Dur, ulama dahulu juga sudah mempraktekannya.Meski bukan dalam kancah politik pemerintahan, kisah Abu Hanifah ini setidaknya cukup untuk menggambarkan bahwa sosok sefaqih beliau saja kadang-kadang perlu menyelesaikan persoalan di luar kerangka fiqhiyyah yang sudah menjadi makanan keseharian beliau.
Suatu hari beliau diwaduli laki-laki konyol (sebut saja Umar). Ia memendam hartanya di sebuah tempat, namun Ia lupa di mana Ia menguburnya. Orang itu galaunya bukan main. Sebab, kalau sampai tidak ketemu, Ia mau makan pakai apa.

Umar : Kyai, aku mau minta tolong. Aku mengubur harta di suatu tempat. Tapi sekarang aku lupa di mana tempat itu. Bagaimana ini kyai ?
Abu Hanifah : Owalah. Ini sudah di luar wilayah fiqh. Ini harus pakai politik untuk menyelesaikannya. Begini saja, coba kamu nanti malam shalat sampai pagi. InsyaAllah kamu akan ingat di mana tempat hartamu itu.
Umar : Baik kyai. Akan aku lakukan saran kyai.
Pada malam harinya, Umar mendirikan shalat dan bersiap untuk menuntaskan ibadahnya itu sampai pagi hari. Belum dapat seperempat malam, di tengah-tengah shalatnya, tiba-tiba Ia ingat di mana tempat Ia menyimpan hartanya itu. Sontak, Ia senangnya bukan main. Saking gembiranya, sampai Ia kembali lagi mendatangi kediaman Abu Hanifah untuk sekedar memberitahu kalau hartanya sudah ketemu.
Umar : Pak kyai. Alhamdulillah…Saran kyai benar-benar manjur. Aku sudah ingat di mana hartaku berada.
Abu Hanifah : Owalah. Alhamdulillah kalau begitu. Karuan saja kamu ingat, sebab aku sudah menduga kuat pasti syaitan tidak akan membiarkanmu beribadah dengan khusyu’. Ia akan terus menggodamu sampai kamu ingat di mana tempat harta karunmu itu. Ya sudah, sekarang kembalilah ke rumah dan teruskan shalatmu hingga terbit fajar sebagai wujud rasa syukurmu kepada Allah.

Referensi :
الفوائد المختارة ص ١٤٢
بلغنا أن رجلا جاء الى ابي حنيفة فشكا له انه دفن مالا في موضع ولا يذكر الموضع فقال ابو حنيفة ليس هذا فقها فأحتال لك فيه ولكن اذهب فصل الليلة الى الغداة فانك ستذكره ان شاء الله تعالى ففعل الرجل ذلك فلم يمض الا اقل من ربع الليل حتى ذكر الموضع فجاء الى ابي حنيفة فأخبره فقال قد علمت ان الشيطان لا يدعك تصلي حتى تذكر فهلا اتممت ليلتك شكرا لله عز وجل

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Politik Sang Kyai"

Post a Comment