MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI



Tulisan ini tidak bermaksud untuk ‘menakut-nakuti’ saudara kaum muslimin dengan fatwa ‘haram’ atau bid’ah. Tidak pula bermaksud untuk mencari sensasi dengan kata-kata yang provokatif. Secuil goresan pena di bawah ini hanya ingin mengajak saudara sekalian untuk berfikir dan merenung sejenak tentang hakikat perayaan tahun baru masehi. Kami mohon untuk tenang dan slow saja dalam membacanya. Netralkan pikiran anda dari segala nuansa ‘keberpihakan’, ndak usah terlalu serius-serius juga sih, bisa sambil ngopi, rokoan atau ngegame. Semoga bermanfaat !.

SEJARAH PERAYAAN TAHUN BARU MASEHI
Seperti yang bisa kita baca di berbagai sumber bahwa perayaan tahun baru masehi merupakan budaya kaum non muslim, bahkan termasuk bagian ritual keagamaan mereka. Di Jerman misalkan, masyarakatnya meyakini bahwa jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan tahun baru di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan mengalami kekurangan pangan selama satu tahun.
Orang Brazil setiap tanggal 1 Januari memiliki ritual keagamaan yang khas. Mereka berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih.

Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur bunga di laut, mengubur mangga, papaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang maha dewa Lemanja, sang dewa laut yang terkenal dalam legenda Brazil.

Orang Romawi saling memeberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.

Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (Sebelum Masehi) tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma. Ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh sebelum masehi.

Kini di berbagai belahan dunia hampir seluruh masyarakat merayakan tahun baru 1 Januari dengan beraneka ragam cara sesuai kultur budaya masing-masing. Suara terompet, lonceng, petasan dan ragam aksesoris lainnya begitu semarak terdengar untuk menandai pergantian tahun. Bahkan di Indonesia sendiri dengan populasi muslim terbesar sedunia tidak ketinggalan ikut pula merayakannya.

TERLEPAS DARI MOTIF DAN TUJUANNYA, SEBAGIAN BESAR DARI MUSLIM YANG MERAYAKANNYA SEPERTI TIDAK SADAR BAHWA APA YANG MEREKA LAKUKAN ADALAH BERKAITAN DENGAN BUDAYA DAN BAHKAN RITUAL KEAGAMAAN NON MUSLIM. BAGI KAUM MUSLIM, PERAYAAN TAHUN BARU MASEHI INI TAK UBAHNYA MEREKA MENGIKUTI KEBAKTIAN, MISA, DAN BERBAGAI RITUAL KEAGAMAAN NON MUSLIM YANG SEJENIS, MENYEMARAKAN SYIAR AGAMA NON MUSLIM ATAU MINIMAL MENYERUPAI ADAT ISTIADAT MEREKA.
SEBUAH PRINSIP UMAT BERAGAMA

Bagi seorang muslim, agama islam merupakan agama yang dipercaya dapat menyelamatkan pemeluknya baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Orang nashrani, Yahudi, Majusi dan umat beragama lainnya pun meyakini bahwa agama mereka yang dapat menjadi juru selamat bagi kehidupan para pemeluknya.

Memilih sebuah kepercayaan tentunya dengan tunduk patuh atas segala ketentuan-ketentuan agama yang dianut.

Toleransi merupakan sebuah sikap yang harus dilakukan oleh masing-masing umat beragama. Namun, bukan berarti dengan mengkhianati prinsip agama yang Ia yakini sendiri.

 UMAT BERAGAMA YANG TELAH MENGKHIANATI PRINSIP AGAMANYA SESUNGGUHNYA TELAH MENODAI KEYAKINANNYA. MAKNA KEBERAGAMAN BUKAN BERARTI ORANG ISLAM SETIAP HARI MINGGU JUGA IKUT KEBAKTIAN DI GEREJA ATAU KAUM NASHRANI TURUT SERTA MENJALANKAN IBADAH SHALAT JUM’AT BERSAMA KAUM MUSLIMIN. ITU NAMANYA BUKAN TOLERANSI, TAPI MENGKHIANATI PRINSIP KEAGAMAAN YANG DIANUT.
MARI KITA MANTAPKAN DAN IKRARKAN LAGI PRINSIP AGAMA ISLAM KITA (UNTUK TIDAK MENGKHIANATINYA). DALAM HAL INI RASULULLAH BERKALI-BERKALI MENGAJARKAN KEPADA KITA :

رَضِيتُ بِالله رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً وَبِالْإِسْلَامِ دِيْناً
“ Saya rela bahwa ; Allah adalah Tuhanku, Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang Rasul dan Islam adalah agamaku”.

Dalam menjelaskan hadits di atas, Syaikh Abdul Rauf al-Manawi Mengatakan :
(رَضِيْتُ بِاللهِ رَبّاً ) لَا شَرِيْكَ لَهُ ( وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً وَبِالْإِسْلَامِ دِيْناً ) أَتَدَيَّنُ بِأَحْكَامِهِ دُوْنَ غَيْرِهِ مِنَ الْأَدْيَانِ
Kami rela bahwa; Allah adalah Tuhanku (tiada sekutu bagiNya), Nabi Muhammad adalah seorang Rasul dan islam adalah agamaku (saya berpegang teguh dengan prinsip hukum-hukumnya, bukan agama selainnya).

Referensi :
المعيار المعزبي الجزء 11 صحـ : 150-152 للشيخ أحمد بن يحي الونشريسي المالكى
( اَْلاْحْتِفَالُ بِفَاتِحِ السَّنَّةِ اْلمِيْلاَدِيَّةِ ) وَسُئِلَ أَبُو اْلأُصْبُعِ عِيْسَي بْنِ مُحَمَّدٍ التَّمِيْلِىُّ عَنْ لَيْلَةِ يَنِيَرَ (Januari) الَّتِيْ يُسَمُّوْنَهَا النَّاسُ اْلمِيْلاَدَ وَيَجْتَهِدُوْنَ لَهَا فِي اْلاسْتِعْدَادِ وَيَجْعَلُوْنَهَا كَأَحَدِ اْلأَعْيَادِ وَيَتَهَادُوْنَ بَيْنَهُمْ صُنُوْفَ اْلأَطْعِمَةِ وَأَنْوَاعَ التُّحَفِ وَالطُّرَفِ اْلمَثُوْبَةِ لِوَجْهِ الصِّلَةِ وَيَتْرُكُ الرِجَالُ وَالنِّسَاءُ أَعْمَالَهُمْ صَحِيْبَتَهَا تَعْظِيْماً لِلْيَوْمِ وَيَعُدُّوْنَ رَأْسَ السَّنَةِ أَتَرَى ذَلِكَ أَكْرَمَكَ اللهُ بِدْعَةً مُحَرَّمَةً لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ وَلاَ أَنْ يَجِبَ أَحَداً مِنْ أَقَارِبِهِ وَأَصْهَارِهِ إِلىَ شَيْئٍ مِنْ ذَلِكَ الطَّعَامِ الَّذِيْ أَعَدَّهُ لَهَا أَمْ هُوَ مَكْرُوْهٌٌ لَيْسَ بِاْلحَرَامِ الصَّرَاحِ أَمْ مُسْتَقِلٌّ وَقَدْ جَاءَتْ أَحَادِيْثُ مَأْثُوْرَةٌ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اْلمُتَشَبِّهِيْنَ مِنْ أُمَّتِهِ بِالنَّصَارَى فِيْ نَيْرُوْزِهِمْ وَمِهْرَجَانِهِمْ وَأَنَّهُمْ مَحْشُوْرُوْنَ مَعَهُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ .وَجَاءَتْ عَنْهُ أَيْضاً أَنَّهُ قَالَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ .فَبَيِّنْ لَنَا أَكْرَمَكَ اللهُ مَا صَحَّ لَكَ فِيْ ذَلِكَ إِنْ شَاءَ اللهُ فَأَجَابَ قَرَأْتُ كِتَابَكَ هَذَا وَوَقَفْتُ عَلىَ مَا عَنْهُ سَأَلْتَ وَكُلِّ مَا ذَكَرْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ فَمُحَرَّمٌ عِنْدَ أَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدْ رَوَيْتُ اْلأَحَادِيْثَ الَّتِيْ ذَكَرْتُهَا مِنَ التَّشْدِيْدِ فِيْ ذَلِكَ وَرَوَيْتُ أَيْضًا أَنَّ يَحْيَى بْنَ يَحْيَى اللَّيْثِيَّ قَالَ لاَ تَجُوْزُ اْلهَدَايَا فِي اْلمِيْلاَدِ مِنَ النَّصْرَانِيِّ وَلاَ مِنْ مُسْلِمٍ وَلاَ إِجَابَةُ الدَّعْوَةِ فِيْهِ وَلاَ اسْتِعْدَادٌ لَهُ .وَيَنْبَغِيْ أَنْ يُجْعَلَ كَسَائِرِ اْلأَيَّامِ وَرُفِعَ فِيْهِ حَدِيْثاً إِلَى النَّبِي صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يَوْماً لِأَصْحَابِهِ إِنَّكُمْ مُسْتَنْزِلُوْنَ بَيْنَ ظَهْرَانِيْ فَمَنْ تَشَبَّهَ بِهِمْ فِيْ نَيْرُوْزِهِمْ وَمِهْرَجَانِهِمْ حُشِرَ مَعَهُمْ قَالَ يَحْيَى وَسَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ ابْنَ كِنَانَةَ وَأَخْبَرْتُهُ حَالَنَا فِيْ بِلاَدِنَا فَأَنْكَرَ وَعَابَهُ وَقَالَ الَّذِيْ يَثْبُتُ عِنْدَنَا فِيْ ذَلِكَ اْلكَرَاهِيَّةُ وَكَذَلِكَ سَمِعْتُ مَالِكاً يَقُوْلُ لِقَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ حُشِرَ مَعَهُمْ قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَكَذَلِكَ إِجْرَاءُ اْلخَيْلِ وَاْلمُبَارَاةُ فِي اْلعَنْصَرَةِ (perayaan hari ahad ke 7 sesudah hari paskah untuk Kristen / hari ahad ke 50 sesudah hari paskah untuk Yahudi pantekosta) لاَ يَجُوْزُ ذَلِكَ وَكَذَلِكَ مَا يَفْعَلُهُ النِّسَاءُ مِنْ وَشْيِ بُيُوْتِهِمْ يَوْمَ اْلعَنْصَرَةِ وَذَلِكَ مِنْ فِعْلِ اْلجَاهِلِيَّةِ وَكَذَلِكَ إِخْرَاجُ ثِيَابِهِنَّ إِلىَ النِّدَاءِ بِاللَّيْلِ وَمَكْرُوْهٌ أَيْضاً تَرْكُهُنَّ اْلعَمَلَ فِيْ ذَلِكَ اْليَوْمِ وَأَنْ يَجْعَلَ وَرَقَ اْلكُرُنْبِ (kubis) وَاْلخَضْرَةِ (sayur) وَاغْتِسَالُهُنَّ بِاْلمَاءِ ذَلِكَ اْليَوْمَ لاَ يَحِلُّ أَصْلاً إِلاَّ لِحَاجَةٍ مِنْ جِبَايَةٍ قَالَ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَشْرَكَ فِيْ دَمِ زَكَرِيَّاءَ وَقَدْ جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ كَثَّرَ سَوَادَ قَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ وَمَنْ رَضِيَ عَمَلاً كَانَ شَرِيْكَ مَنْ عَمِلَهُ هَذَا فِيْمَنْ رَضِيَ وَلَمْ يَعْمَلْهُ فَكَيْفَ مَنْ عَمِلَهُ وَسَنَّهُ سُنَّةً وَاللهَ نَسْأَلُهُ التَّوْفِيْقَ يَطْلُبُ شَرْعاً اْلعَمَلَ فِيْ سَائِرِ اْلأَيّاَمِ ! وَإِيّاَكُنَّ تَعْظِيْمَ يَوْمِ اْلأَحَدِ وَالسَّبْتِ وَتَرْكَ اْلعَمَلِ فِيْهِماَ وَفِيْ أَعْيَادِ النَّصَارَى وَاعْمَلْنَ اْلأَيّاَمَ كُلَّهَا وَيَوْمَ اْلجُمْعَةِ حَتَّى يُنَادَى بِالصَّلاَةِ ثُمَّ تُصَلِّيْنَ فَإِذاَ فَرَغْتُنَّ فَأَقْبِلْنَ عَلىَ شُغْلِكُنَّ وَمَعَايِشِكُنَّ وَمَصْلَحَةِ أَزْوَاجِكُنَّ وَأَوْلاَدِكُنَّ وَلاَ تَدَعْنَ اْلعَمَلَ رَاتِباً وَلاَ تُعَظِّمْنَ يَوْماً بِتَرْكِ اْلعَمَلِ فِيْهِ إِلاَّ يَوْمَ الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى فَإِنَّهُماَ يَوْماَ طَعَامٍ وَشَرَابٍ وَشُكْرِ اللهِ. اهـ
الامر بالاتباع والنهي عن الابتداع للسيوطي 49-53
قال الامام جلال الدين عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي رحمه الله: فصل في مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهم ومواسيمهم وعاداتهم المعونة ومن البدع مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهم ومواسيمهم وعاداتهم المعونة الى أن قال ومن ذلك تعطيل الوظائف الرئيسية من الصنائع والتجارات وغلق الحوانك واتخاذه يوم رحت وفرح على وجه يخالف ما قبله وما بعده من الأيام كل ذلك منكر وبدعة وهو شعار النصارى فيه والواجب على المؤمن بالله ورسوله أن لايحدث في هذا اليوم شيئا اصلا بل يجعله يوما كسائر الأيام اهـ وقال التشبه بالكافرين حرام وإن لم يقصد ما قصده بدليل ما روي عن ابن عمر عن رسول الله ( من تشبه بقوم فهو منهم رواه أبو داود وغيره في السنن وهذا الحديث أقر أحوالا تقتضي تحريم التشبه بهم الى آخر ما قال اهـ وقال ولا ينظر الرجل الى كثرة الجاهلين الواقعين في مشابهة الكافرين والعلماء والغافلين وموافقتهم وقد قال السيد الجليل الفضيل بن عياض ( عليك بطريق الهدى وان قلّ السالكون واجتنب الردى وان كثر الهالكون اهـ
الآدب الشرعية لابن المفلح الجزء الثالث ص: 433 (الحنابلة)
فصل (دخول معابد الكفار والصلاة فيها وشهود أعيادهم) وله دخول بيعة وكنيسة ونحوهما والصلاة في ذلك وعنه يكره إن كان ثم صورة وقيل مطلقا ذكر ذلك في الرعاية وقال في المستوعب وتصح صلاة الفرض في الكنائس والبيع مع الكراهة وقال ابن تميم لا بأس بدخول البيع والكنائس التي لا صور فيها والصلاة فيها-إلى أن قال- ويدخل في هذه المسألة شهود أعياد اليهود والنصارى وقال أبو الحسن الآمدي: لا يجوز شهود أعياد النصارى واليهود نص عليه أحمد في رواية مهنأ واحتج بقوله تعالى "والذين لا يشهدون الزور" قال الشعانين: وأعيادهم فأما ما يبيعون في الأسواق فلا بأس بحضوره نص عليه أحمد في رواية مهنا فقال: إنما يمنعون أن يدخلوا عليهم بيعهم وكنائسهم فأما ما يباع في الأسواق من المأكل فلا وإن قصد إلى توفير ذلك وتحسينه لأجلهم وقال الخلال: في جامعه (باب في كراهية خروج المسلمين في أعياد المشركين) وذكر عن مهنأ قال سألت: أحمد عن شهود هذه الأعياد التي تكون عندنا بالشام مثل دير أيوب وأشباهه يشهده المسلمون يشهدون الأسواق ويجلبون فيه الغنم والبقر والدقيق والبر وغير ذلك إلا أنه إنما يكون في الأسواق يشترون ولا يدخلون عليهم بيعهم قال: إذا لم يدخلوا عليهم بيعهم وإنما يشهدون السوق فلا بأس قال الشيخ تقي الدين: فإنما رخص أحمد رحمه الله في دخول السوق بشرط أن لا يدخلوا عليهم بيعهم فعلم منعه من دخول بيعهم وكذلك أخذ الخلال من ذلك المنع من خروج المسلمين في أعيادهم فقد نص أحمد على مثل ما جاء عن عمر ( من المنع من دخول كنائسهم في أعيادهم وهو كما ذكرنا من باب التنبيه على المنع من أن يفعل كفعلهم قال: وقد تقدم قول القاضي أبي يعلى مسألة في المنع من حضور أعيادهم وروى البيهقي بإسناد صحيح في باب كراهية الدخول على أهل الذمة في كنائسهم والتشبه بهم يوم نيروزهم ومهرجانهم عن سفيان الثوري عن ثور بن يزيد عن عطاء بن دينار قال: قال عمر لا تعلموا رطانة الأعاجم ولا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم قال الشيخ تقي الدين: وكذلك أيضا على هذا لا ندعهم يشركونا في عيدنا يعني لاختصاص كل قوم بعيدهم
فيض القدير الجزء 6 صحـ : 104 مكتبة الشاملة الإصدار الثاني
( مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ ) أَيْ تَزَيَّا فِيْ ظَاهِرِهِ بِزِيِّهِمْ وَفِيْ تَعَرُّفِهِ بِفِعْلِهِمْ وَفِيْ تَخَلُّقِهِ بِخُلُقِهِمْ وَسَارَ بِسِيْرَتِهِمْ وَهَدْيِهِمْ فِيْ مَلْبَسِهِمْ وَبَعْضِ أَفْعَالِهِمْ أَيْ وَكَانَ التَّشَبُّهُ بِحَقٍّ قَدْ طَابَقَ فِيْهِ الظَّاهِرُ اْلبَاطِنَ ( فَهُوَ مِنْهُمْ ) وَقِيْلَ اْلمَعْنَى مَنْ تَشَبَّهَ بِالصَّالِحِيْنَ وَهُوَ مِنْ أَتْبَاعِهِمْ يُكْرَمُ كَمَا يُكْرَمُوْنَ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِاْلفُسَّاقِ يُهَانُ وَيُخْذَلُ كَهُمْ وَمَنْ وُضِعَ عَلَيْهِ عَلاَمَةُ الشَّرَفِ أُكْرِمَ وَإِنْ لَمْ يَتَحَقَّقْ شَرَفُهُ وَفِيْهِ أَنَّ مَنْ تَشَبَّهَ مِنَ اْلجِنِّ بِاْلحَيَّاتِ وَظَهَرَ بِصُوْرَتِهِمْ قُتِلَ وَأَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ اْلآنَ لُبْسُ عِمَامَةٍ زُرْقَاءَ أَوْ صَفْرَاءَ كَذَا ذَكَرَهُ ابْنُ رَسْلاَنِ وَبِأَبْلَغَ مِنْ ذَلِكَ صَرَّحَ اْلقُرْطُبِيُّ فَقَالَ لَوْ خَصَّ أَهْلُ اْلفُسُوْقِ وَاْلمُجُوْنِ بِلِبَاسٍ مُنِعَ لُبْسُهُ لِغَيْرِهِمْ فَقَدْ يَظُنُّ بِهِ مَنْ لاَ يَعْرِفُهُ أَنَّهُ مِنْهُمْ فَيَظُنُّ بِهِ ظَنَّ السُّوْءِ فَيَأْثَمُ الظَّانُّ وَاْلمَظْنُوْنُ فِيْهِ بِسَبَبِ اْلعَوْنِ عَلَيْهِ اهـ
الفتاوى الكبرى الفقهية 4 / 239
فالحاصل أنه إن فعل ذلك بقصد التشبيه بهم في شعار الكفر كفر قطعا أو في شعار العبد مع قطع النظر عن الكفر لم يكفر ولكنه يأثم وإن لم يقصد التشبيه بهم أصلا ورأسا فلا شيء عليه ثم رأيت بعض أئمتنا المتأخرين ذكر ما يوافق ما ذكرته فقال ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال ( (من تشبه بقوم فهو منهم) بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك
بغية المسترشدين ص : 248 دار الفكر
(مسألة ى) حاصل ما ذكره العلماء فى التزي بزى الكفار انه إما ان يتزيا بزيهم ميلا الى دينهم وقاصدا التشبه بهم فى شعائر الكفر او يمشى معهم الى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإما ان لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم فى شعائر العيد او التوصل الى معاملة جائزة معهم فيأثم واما ان يتفق له من غير قصد فيكره كشد الرداء فى الصلاة اه

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI"

Post a Comment